Ancaman resesi ekonomi global saat ini menghantui
seluruh dunia. Sejumlah ahli ekonomi dan investasi ada yang menganggap resesi
akan benar-benar terjadi, walaupun ada yang tak sependapat dengan itu.
Ekonom Raden Pardede pun menyoroti perdebatan yang
terjadi menyoal bayang-bayang resesi. Menurutnya ada beberapa faktor yang
menimbulkan kekhawatiran bahwa resesi akan terjadi.
"Satu, siklus ekspansi ekonomi Amerika sekarang
ini sudah lebih dari 10 tahun, yaitu ekonomi Amerika mengalami pertumbuhan
secara terus menerus sejak Juli tahun 2009," kata dia dalam catatannya
yang diterima.
Itu menurutnya siklus bisnis terpanjang dalam
sejarah perekonomian AS, di mana biasanya sesudah ekspansi akan ada kontraksi.
Siklus ini masuk dalam persepsi dan pertimbangan para ahli dan investor.
"Kedua, yield curve, slope imbal balik
investasi menjadi negatif, yaitu bunga investasi jangka panjang di bond
pemerintah lebih rendah dari jangka pendek. Mengindikasikan pesimisme terhadap
ekonomi jangka menengah panjang, juga pertanda resesi kedepan," jelasnya.
Sebanyak dua faktor itu yang menjadi landasan para
ahli dan investor untuk mengindikasikan resesi akan terjadi.
"Sementara data-data ekonomi di Amerika secara
umum masih cukup solid, tingkat pengangguran masih rendah, harga rumah naik.
Data ini tidak mendukung adanya resesi. Namun tingkat kecemasan dan ketidakpastian
naik," jelasnya.
Investor global, lanjut dia, tentunya tidak hanya
mengamati ekonomi AS, meskipun ekonomi Amerika paling besar yang mungkin
membawa ekonomi dunia ke resesi, keadaan ekonominya masih cukup baik.
Ekonomi di luar AS yang sekarang sedang mengalami
slow down, termasuk Uni Eropa, China, Jepang/Korea, dan sebagainya pun menjadi
perhatian, karena negara-negara tersebut mengalami beberapa hal.
"Profit menurun, volume perdagangan menurun,
index pengangkutan kapal turun, harga tembaga turun, semua menggambarkan slow
down. Kecemasan karena trade war dan currency war, di tengah geopolitik yang
tidak kondusif yang di-trigger oleh (Presiden AS) Trump" ujarnya.
Dia juga menilai, harga emas yang mengalami kenaikan
merupakan tanda-tanda orang mencari tempat perlindungan.
"Hal ini membuat economic policy uncertainty
index (EPU index) mencapai level tertinggi," sebutnya.
Terlepas dari perdebatan yang ada, dia melihat
resesi global belum, namun kecemasan naik.
"Apakah akan terjadi resesi benaran. Belum
pasti, namun keadaan ekonomi Amerika akan jadi kunci. Sangat tergantung juga
pada kebijakan pemerintah Trump tentang trade dan currency war serta kebijakan
the Fed," jelasnya.
Para investor menurut dia akan terus punya skenario
pikiran dan memcoba menebak sendiri-sendiri. Hal ini membuat naik turunnya
pasar modal.
"Apapun itu, buat kita paling penting selalu
waspada, siapkan payung sebelum hujan. Hujan akan datang, apakah hanya gerimis atau
badai kita belum tahu kapan. Tapi bersiap selalu lebih baik," tambahnya.
No comments:
Post a Comment